“Hidup yang tidak pernah dipertaruhkan, tidak akan pernah dimenangkan” (Friedrich Schiller, Penyair Jerman)
Itulah ungkapan filusuf ternama Jerman, yang rasanya bisa sangat pas menggambarkan apa yang diceritakan penulis Lost in The USA. Ini merupakan novel yang based on true story, yang benar-benar membuat mata terbelalak membacanya, jantung selalu berdegup kencang, dan tak bisa stop, hingga kita “dipaksa” harus hari itu juga menyelesaikan bacaan kita hingga tamat. Lalu ketika selesai membaca keseluruhannya, kata-kata yang terucap dari mulut saya adalah:
“Ini novel keren pake BANGET!”
Apa yang membuat novel ini keren banget? Menurut saya ada beberapa hal yang berhasil saya tandai sebagai nilai kuatnya. Pertama, novel ini merupakan salah satu bentuk cerita bagaimana ada kegilaan tindakan dari seorang anak muda, nekat keliling dunia, bermodal tekad saja. Yang lebih gila lagi adalah ayahnya. Ayahnya memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada anaknya untuk keliling dunia, tanpa ada kepastian yang meyakinkan. Apa ia tidak khawatir terhadap nasib anaknya? Bagaimana kalau nanti anaknya…..bla bla bla… Ketakutan-ketakutan itu tidak meruntuhkan rasa percaya ayah terhadap anaknya. Keren, luar biasa.
Kedua, novel ini sangat inspiratif karena mengajarkan kita untuk bisa bangkit lagi, meski kegagalan datang silih berganti. Fathi, si aktor utama, benar-benar memegang teguh bagaimana ia yakin dan tidak putus asa mencoba sampai berhasil. Daya tahan, daya banting, daya kerja, benar-benar teruji di sini. Ini sebuah karakter yang seharusnya banyak dicontoh oleh gen Y dan Z sekarang yang rata-rata dianggap gampang menyerah ketika “disentil” sedikit oleh pihak lain.
Ketiga, banyak sekali twist cerita yang membuat novel ini begitu menarik untuk segera dituntaskan hingga akhir. Ketika Anda sedang terjebak dalam satu twist cerita, jangan khawatir, ada twist yang lebih ‘edan’ lagi, yang akan mengagetkan Anda. Seperti misalnya ketika aktor utama bertemu Fahmi di jamuan meeting. Fahmi dulu menolak Fathi untuk bekerja dengannya. Namun sekarang, si aktor utama malah sudah jadi ahli mengoperasikan mesin TCR15. Di sana terlihat, bagaimana jiwa besar bisa tetap dikedepankan, meski bisa saja membalas perlakukan Fahmi secara negatif. Ini seperti pembuktian yang ciamik nan elegan.
Keempat, membaca buku ini membuat kita kangen sama orangtua kita. Khusus buat perantauan seperti saya, dimana orangtua saya di Sumatera, sementara saya di Jawa, maka membaca buku ini adalah pemantik yang memanggil saya untuk pulang ke Sumatera. Bagaimana kangennya aktor utama kepada orangtuanya saat-saat dia menelpon, lalu bagaimana si aktor utama melayani orangtuanya saat mereka datang mengunjungi negara mukim dan diberikan fasilitas terbaik, tanpa tedeng aling-aling memikirkan harga yang harus dibayar. Itu something yang ngena banget. Mumpung masih punya orangtua lengkap, saya terdorong untuk menerapkan ilmu yang diberikan oleh penulis dalam hal bagaimana cara melayani orangtua kita selagi mereka masih hidup. Penulis berhasil mengajarkan kita cara birrul walidain, tanpa menggurui.
Kelima, jika Anda jeli ketika membaca, Anda akan menemukan titik dimana Anda harus ambil napas, merenungkan paragraf per-paragraf, dan merasakan bahwa kalimat yang barusan Anda baca adalah quote yang sangat powerful, tajam, reflektif dan menggerakkan. Anda akan diajak menjalani PIT STOP lewat quote inspiratif dalam novel Lost in The USA.
Keenam, saya ingin menegaskan bahwa dari pengalaman saya sebagai Program TV Analyst di stasiun tv swasta selama 7 tahun 8 bulan–dimana tugas saya salah satunya adalah menjadi reviewer terhadap film yang akan dibeli—maka saya harus katakan bahwa sesungguhnya ketika saya membaca novel Lost in The USA, saya sebenarnya tidak sedang membaca sebuah novel, tapi saya seperti sedang menonton film. Pikiran saya menerawang dengan sendirinya. Ceritanya hidup. Twistnya menarik. Temanya kuat. Pesan moral tumpah ruah tersebar dimana-mana. Novel ini sangat menggerakkan. Saran saya, sebaiknya semua Production House di Indonesia siap-siap antri untuk membeli lisensi dan tanda tangan penulis novel ini. Novel yang sangat Filmable banget alias layak difilmkan.
Sekali lagi saya tegaskan perasaan saya ketika membaca novel ini, “Ini film, bukan buku. Ya film Lost in The USA”. Selamat hunting bukunya kawan! Manfaatkan momentum ramadan ini untuk berubah. Salah satunya berubah lewat pemicu yang tepat: membaca buku Lost in The USA.
Salam,
Adlil Umarat
–Childhood Optimizer Trainer—
08111170128